KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan
hidayahnya kepada kita, sehingga kita dapat merampung makalah ini dengan baik.
Sholawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada sang revolisioner
kita yaitu Nabi besar Nabi Muhammad SAW, karena belau telah membawa kita dari alam
jahiliyah menuju alam yang penuh pengetahuan yaitu dengan agama islam.
Pembuatan makalah ini tentu tidak
lepas dari hambatan, namun dengan demikian atas kuasa Allah swt melalui orang–orang
di sekitar kami makalah ini dapat terwujud, maka pada kesempatan ini kami
mengucapkan banyak terimakasih kepada teman–teman serta dosen Pembina mata kuliah
Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan pengarahan kepada kami sehingga
terampunglah makalah ini dengan sedemikian.
Dalam makalah ini kami membahas tentang
KONSEP ISLAM TENTANG FITRAH DAN LINGKUNGAN PENDIDIKAN.
Pada pemahasan makalah ini tentu
banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu banyak
harapan dari kami kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan
makalah ini.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………….....................................…………………………..i
Daftar
Isi…………………………………….………………......................................…...ii
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang………………………..................................…………………..1
B.
Rumusan Masalah….…………………………………......................................1
C.
Tujuan …………………………………………………....................................1
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Fitrah dalam Perspektif Islam.................................................................2
2.
Sekilas Pendidikan Islam..........................................................................................2
3.
Konsep Islam Tentang Fitrah An Lingkungan Pendidikan......................................3
a.
Dasar-Dasar Kebutuhan Anak Untuk Memperoleh Pendidikan....................................................................................................3
b.
Aspek-Aspek Kepentingan yang Dapat dikemukakan.................................4
BAB III
PENUTUP
a.
Kesimpulan…………………..............................……….............................7
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Membahas konsep islam tentang fitrah dan lingkungan
pendidikan. Meskipun dua hal ini berbeda, namun dua hal tersebut tidak dapat
dipisahkan dalam pindidikan islam.
Dimana fitrah merupakan wujud diri yang membutuhkan pendidikan islam,
lingkungan yang nyaman dan mendukung
terselenggaranya suatu pendidikan amat dibutuhkan dan turut berpengaruh
terhadap pencapaian tujuan pendidikan yang diinginkan. Demikian pula dalam
sistem pendidikan Islam, lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa sesuai
dengan karakteristik pendidikan Islam itu sendiri.
Dalam islam tentang fitroh dan lingkungan pendidikan adalah
merupakan satu kesatuan yang sangat erat kaitannya, lingkungan pendidikan biasanya
disamakan institusi, lembaga pendidikan, atau lingkungan yang berbaur pondok
pesantren. Hal tersebut telah terdapat beberapa isyarat yang menunjukkan fitroh
dan lingkungan pendidikan dalam al-Qur’an dan al-Hadist. Oleh karenanya, dalam
kajian pendidikan Islam, konsep islam tentang fitroh dan lingkungan pendidikan
memperoleh apresiasi yang sangat di perhatikan.
Makalah ini disusun sebagai pengantar
untuk membahas mengenai konsep
islam tentang fitrah dan lingkungan pendidikan. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dalam konsep islam tentang fitroh dan lingkungan
pendidikan ini.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian Dasar-Dasar Kebutuhan Anak Untuk
Memperoleh Pendidikan?
C.
TUJUAN
1. Mengetahui dasar–dasar Kebutuhan
Anak untuk Memperoleh Pendidikan.
2. Mengetahui
aspek-aspek dalam memperoleh pendidikan islam.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
PENGERTIAN FITRAH DALAM PERSPEKTIF
ISLAM
Secara tegas istilah
fitrah dalam al-Qur'an hanya disebutkan sekali, yaitu terdapat dalam sura
al-Rum ayat 30. Kata ini berasal dari kata fatara yafturu fatran. Bila
dirunut dari asal-usul kata dan bentuk musytaqnya al-Qur'an menyebutkannya sebanyak 19 kali.1
Secara
bahasa kata "fitrah" mempunyai arti ciptaan atau sifat pembawaan yang
ada sejak lahir), fitrah, agama dan sunnah.2 Menurut Louis Ma'luf
kata fitrah berarti mencipta/membuat sesuatu yang belum pernah ada yaitu suatu
sifat yang
setiap yang ada ini disifati olehnya sejak awal penciptaanya, atau sifat
pembawaan, agama dan sunnah.3
Merujuk
pada pendapat tersebut, bentuk musytaq-nya dalam al-Qur'an disandarkan
pelakunya kepada Allah. Kata yang fittah yang ditaradufkan (disamakan)
dengan khalaqa menurut Achmadi sebagaimana dikutip oleh Usman Abu Bakar dan
Surohim berarti kejadian asal. Bila dikaitkan dengan kejadian manusia maka
pengernannya adalah kejadian asaI atau pola dasar kejadian manusia, dan bila
dikaitkan dengan sifat-sifat manusia maka pengertiannya ialah sifat asli
kodrati yang ada pada manusia.
2.
SEKILAS PENDIDIKAN ISLAM
Satu hal yang harus selaIu disadari
oleh kita adaIah adanya kebutuhan manusia akan pendidikan. Kebutuhan manusia
akan pendidikan merupakan kebutuhan yang mendesak dan tidak dapat ditunda-tunda
lagi. Kebutuhan tersebut dapat disejajarkan dengan kebutuhan manusia akan makan
dan minum. Dengan demikian kebutuhan pendidikan merupakan kebutuhan pokok yang
mesti harus dipenuhi. Bagi umat Islam, kebutuhan terhadap pendidikan Islam juga
merupakan keharusan[1]
yang tidak dapat ditinggalkan lagi. Hal tersebut cukup beralasan karena untuk
mencapai derajat insal kamil sebagaimana yang dikehendaki oleh[2]
pendidikan Islam
tangga yang harus dilalui adalah pendidikan Islam. Pendidikan Islam menjadi
penting bagi umat Islam karena pendidikan Islam memiliki rumusan-rumusan yang
strategis dalam mengantarkan manusia dalam mencapai cita-cita hidupnya. Rumusan
tentang pendidikan Islam telah banyak dikemukakan oleh pakar yang berkompeten
dalam bidangnya. Rumusan tersebut akan selalu berkembang seiring dengan
perkembangan pemikiran manusia. Sementara perkembangan pemikiran manusia selalu
dipengaruhi oleh perkembangan iknu dan teknologi yang mengitarinya, latar
belakang pendidikan dan kemampuan seseorang dalam menangkap isu-isu modern yang
berguHr dalam kehidupan nyata ini. Secara harfiyah istiIah pendidikan Islam merupakan
terjemahan dari bahasa Arab al-Tarbiyah al-lslamijah yang terdiri dari tarbiyah
pendidikan) dan ishmiyab (islam) sebagai sifatnya
Secara istilah pendidikan Islam
adalah bimbingan atau pengarahan secara sadar oleh pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentukknya manusia
sempurna (relatif) didasarkan atas nilai-nilai dan ajaran Islam yang
berhubungan dengan Tuhan, alam semesta, manusia, masyarakat, moralitas dan ilnu
pengetahuan.4 Syahminan Zaini sebagaimana dikutip oleh Abd. Rahman
Abdullah menjelaskan defimsi pendidikan Islam sebagai usaha mengembangkan
fitrah manusia dengan ajaran Islam, agar terwujud (tercapai) kehidupan manusia
yang makmur dan bahagia.
3. KONSEP ISLAM TENTANG FITRAH DAN LINGKUNGAN PENDIDIKAN
A.
Dasar-Dasar Kebutuhan Anak Untuk
Memperoleh Pendidikan Secara
kodrati anak memerlukan pendidikan atau bimbingan dari orang dewasa. Dasar
kodrati dapat dimengerti dari kebutuhan dasar yang dimiliki oleh setiap anak
yang hidup di dunia ini.
Rasulullah SAW bersabda:
Rasulullah SAW bersabda:
Artinya:
“Tiadalah seorang yang dilahirkan
melainkan menurut fitrahnya, maka akibat kedua orang tuanyalah yang
me-Yahudikan atau men-Nasranikannya atau me-Majusikannya. Sebagaimana halnya
binatang yang dilahirkan dengan sempurna, apakah kamu lihat binatang itu tiada
berhidung dan bertelinga? Kemudian Abi Hurairah berkata, apabila kau mau bacalah
lazimilah fitrah Allah yang telah Allah ciptakan kepada manusia di atas
fitrahNya. Tiada penggantian terhadap ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus
(islam).” (HR. Muslim) Itulah agama yang lurus
Allah berfirman:
Artinya:
“Tuhan itu melahirkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun,” (QS. An Nahl:78)
Dari Hadits dan ayat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa manusia itu untuk dapat menentukan status manusia sebagaimana mestinya adalah harus mendapatkan pendidikan.
“Tuhan itu melahirkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun,” (QS. An Nahl:78)
Dari Hadits dan ayat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa manusia itu untuk dapat menentukan status manusia sebagaimana mestinya adalah harus mendapatkan pendidikan.
B. Aspek-Aspek Kepentingan yang Antara Lain Dapat Dikemukakan
a. Aspek Paedagogis
Dalam aspek ini para ahli didik memandang manusia sebagai animal educandum: makhluk yang memerlukan pendidikan. Dalam kenyataanya manusia dapat dikategorikan sebagai animal, artinya binatang yang dapat dididik. Sedangkan binatang pada umumnya tidak dapat dididik, melainkan hanya dilatih secara dressur, artinya latihan untuk mengerjakan sesuatu yang sifatnya statis, tidak berubah. Adapun manusia dengan potensi yang dimilikinya mereka dapat dididik dan dikembangkan ke arah yang diciptakan, setaraf dengan kemampuan yang dimilkinya
Dalam aspek ini para ahli didik memandang manusia sebagai animal educandum: makhluk yang memerlukan pendidikan. Dalam kenyataanya manusia dapat dikategorikan sebagai animal, artinya binatang yang dapat dididik. Sedangkan binatang pada umumnya tidak dapat dididik, melainkan hanya dilatih secara dressur, artinya latihan untuk mengerjakan sesuatu yang sifatnya statis, tidak berubah. Adapun manusia dengan potensi yang dimilikinya mereka dapat dididik dan dikembangkan ke arah yang diciptakan, setaraf dengan kemampuan yang dimilkinya
Rasulullah SAW bersabda:
Artinya:
”Kewajiban orang tua kepada anaknya adalah memberi nama yang baik, mendidik sopan santun dan mengajari tulis menulis, renang, memanah, membri makan dengan makanan yang baik serta mengawinkannya apabila ia telah mencapai dewasa.”(HR. Hakim)
Islam mengajarkan bahwa anak itu membawa berbagai potensi yang selanjutnya apabila potensi tersebut dididik dan dikembangkan ia akan menjadi manusia yang secara fisik-fisik dan mental memadai.
b. Aspek Sosiologis dan Kultural
Menurut ahli sosiologi pada prinsipnya, manusia adalah homosocius, yaitu makhluk yang berwatak dan berkemampuan dasar atau memiliki gazirah (instink) untuk hidup bermasyarakat. Sebagai makluk sosial manusia harus memiliki rasa tanggung jawab sosial (social responsibility) yang diperlukan dalam mengembangkan hubungan timbal balik (inter relasi) dan saling pengaruh mempengaruhi antara sesama anggota masyarakat dalam kesatuan hidup mereka. Apabila manusia sebagai makluk sosial itu berkembang, maka berarti pula manusia itu adalah makhluk yng berkebudayaan, baik moral maupun material. Diantara instink manusia adalah adanya kecenderungan mempertahankan segala apa yang dimilikinya termasuk kebudayaannya. Oleh karena itu maka manusia perlu melakukan transformasi dan transmisi (pemindahan dan penyaluran serta pengoperan) kebudayaannya kepada generasi yang akan menggantiikan dikemudian hari.
”Kewajiban orang tua kepada anaknya adalah memberi nama yang baik, mendidik sopan santun dan mengajari tulis menulis, renang, memanah, membri makan dengan makanan yang baik serta mengawinkannya apabila ia telah mencapai dewasa.”(HR. Hakim)
Islam mengajarkan bahwa anak itu membawa berbagai potensi yang selanjutnya apabila potensi tersebut dididik dan dikembangkan ia akan menjadi manusia yang secara fisik-fisik dan mental memadai.
b. Aspek Sosiologis dan Kultural
Menurut ahli sosiologi pada prinsipnya, manusia adalah homosocius, yaitu makhluk yang berwatak dan berkemampuan dasar atau memiliki gazirah (instink) untuk hidup bermasyarakat. Sebagai makluk sosial manusia harus memiliki rasa tanggung jawab sosial (social responsibility) yang diperlukan dalam mengembangkan hubungan timbal balik (inter relasi) dan saling pengaruh mempengaruhi antara sesama anggota masyarakat dalam kesatuan hidup mereka. Apabila manusia sebagai makluk sosial itu berkembang, maka berarti pula manusia itu adalah makhluk yng berkebudayaan, baik moral maupun material. Diantara instink manusia adalah adanya kecenderungan mempertahankan segala apa yang dimilikinya termasuk kebudayaannya. Oleh karena itu maka manusia perlu melakukan transformasi dan transmisi (pemindahan dan penyaluran serta pengoperan) kebudayaannya kepada generasi yang akan menggantiikan dikemudian hari.
Allah berfirman:
Artinya:
“…..sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan sesuatu kaum, sehingga mereka megubah keadaan yang ada pada mereka sendiri….”
(QS. Ar-Ra’d:111)
“…..sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan sesuatu kaum, sehingga mereka megubah keadaan yang ada pada mereka sendiri….”
(QS. Ar-Ra’d:111)
c. Aspek Tauhid
Aspek tauhid ini adalah aspek pandangan yang mengakui bahwa manusia itu adalah makhluk yang berketuhanan yang menurut istilah ahli disebut homo divinous (makhluk yang percaya adanya Tuhan) atau disebut dengan homo religious artinya makhluk yang beragama. Adapun kemampuan dasar yang meyebabkan manusia menjadi makhluk yang berketuhanan atau beragama adalah karena di dalam jiwa manusia terdapat instink yang disebut instink religious atau gazirah diniyah (instink percaya kepada agama). Itu sebabnya, tanpa melalui proses pendidikan instink religious dan gazirah diniyah tersebut tidak akan mungkin dapat berkembang secara wajar. Dengan demikian pendidikan keagamaan mutlak diperlukan untuk mengembangkan instink religious atau gazirah diniyah tersbut.
Allah berfirman:
Artinya:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah) (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah (itulah) agam yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengeyahui.”
(QS. Ar-Rum:30)
Selanjutnya apabila diperhatikan dan diperbandingkan secara teliti orang-orang dewasa dilingkungan kita ternyata kita saksikan adanya orang pandai yang bodoh, ada yang terampil dan ada yang malas, ada yang berbudi pekerti luhur dan yang rendah budi pekertinya, ada yang mengakui adanya Tuhan serta mengagungkan-Nya dan menyembah-Nya; ada yang tidak mengakui adanya Tuhan membangkan bahkan mengkhianati-Nya. Di samping adanya dua kutub yang berbeda teresebut tentunya ada pula yang sedang, yang kurang dari sedang atau yang lebih daripada sedang. Tetapi yang jelas anak wajib dibawa kepada pihak yang baik dan luhur, dijauhkan dari hal-hal yang buruk dan hina. Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa mendidik anak adalah merupakan suatu hal yang mutlak dilaksanakan oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab.
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah) (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah (itulah) agam yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengeyahui.”
(QS. Ar-Rum:30)
Selanjutnya apabila diperhatikan dan diperbandingkan secara teliti orang-orang dewasa dilingkungan kita ternyata kita saksikan adanya orang pandai yang bodoh, ada yang terampil dan ada yang malas, ada yang berbudi pekerti luhur dan yang rendah budi pekertinya, ada yang mengakui adanya Tuhan serta mengagungkan-Nya dan menyembah-Nya; ada yang tidak mengakui adanya Tuhan membangkan bahkan mengkhianati-Nya. Di samping adanya dua kutub yang berbeda teresebut tentunya ada pula yang sedang, yang kurang dari sedang atau yang lebih daripada sedang. Tetapi yang jelas anak wajib dibawa kepada pihak yang baik dan luhur, dijauhkan dari hal-hal yang buruk dan hina. Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa mendidik anak adalah merupakan suatu hal yang mutlak dilaksanakan oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab.
Allah berfirman:
Artinya:
“Peliharalah dirimu dan keluargamau dari api neraka.”(QS. At-Tahrim:6)
“Peliharalah dirimu dan keluargamau dari api neraka.”(QS. At-Tahrim:6)
Apabila
pendidikan tidak ada, maka kemungkinan besar anak-anak akan berkembang ke arah
yang tidak baik/buruk, seperti tidak mengakui Tuhan, budi pekertinya rendah,
bodoh dan malas bekerja. Keharusan
adanya pendidikan bagi anak tersebut akan lebih nyata apabila mengamati
kemampuan /perkembangan anak sesudah dialahirkan oleh ibunya sampai mencapai
kedewasaannya dan kita bandingkan pula dengan anak hewan, anak manusia atau
bayi lahir, badannya lemah sekali. Keaktifan perbuatan instink lemah sedikit
sekali, ia hanya ia dapat menggerakan kaki dan tangannya, menangis dan sebentar
lagi menetek. Keaktifan lain yang sudah siap sedia sebagai bekal hidupnya tidak
tampak pada waktu ia lahir. Apabila sejak dilahirkan itu dibiarkan saja, tidak
dirawat oleh ibunya atau orang lain, maka ia tidak dapat hidup. Selanjutnya
sesudah ia dapat hidup perkembangan jasmaninya terlihat lambat sekali terutama
bila dibandingkan dengan perkembangan badan anak hewan. Baru sesudah ia berumur
+ 1 tahun, anak itu dapat berjaan, sekalipun demikian bentuk badannya belum
sama dengan badan orang dewasa.
Perbedaan dalam bidang kerohanian termasuk di dalam moral dan etika antara anak dengan orang dewasa lebih lanjut, begitupula kepandaian pengetahuan, aktifan dan kemampuan yang lainnya. Bahwa setiap orang dewasa dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara sendiri-sendiri seperti bercocok tanam, berdagang, menukang, mengabdikan tenaga jasmani serta rohaninya kepada orang lain baik secara resmi/Pemerintah atau melalui badan swasta dan lain-lain. Untuk kesemuanya itu sangat dibutuhkan adanya kemampuan, kecakapan dan keaktifan serta pengetahuan yang beraneka ragam sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masa atau lingkungannya. Untuk mendapatkan pengetahuan, kecakapan, keprigelan dan kemampuan tersebut anak perlu mendapatkan pendidikan dari pihak-pihak yang bertanggung jawab atau pendidik. Berbeda dengan anak hewan, begitu ia lahir, induk dapat membiarkan anaknya tumbuh dan berkembang untuk memenuhi tugasnya sebagai hewan dewasa, karena hewan umumnya sudah diberi kelengkapan yang sudah memungkinkan untuk mencapai kedewasaan, yaitu instink yang dimilikinya. Anak adalah makhluk yang masih membawa kemungkinan untuk berkembang, baik jasmani maupun rohani. Ia memiliki jasmani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, kekuatan maupun perimbangan bagian-bagiannya.
Perbedaan dalam bidang kerohanian termasuk di dalam moral dan etika antara anak dengan orang dewasa lebih lanjut, begitupula kepandaian pengetahuan, aktifan dan kemampuan yang lainnya. Bahwa setiap orang dewasa dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara sendiri-sendiri seperti bercocok tanam, berdagang, menukang, mengabdikan tenaga jasmani serta rohaninya kepada orang lain baik secara resmi/Pemerintah atau melalui badan swasta dan lain-lain. Untuk kesemuanya itu sangat dibutuhkan adanya kemampuan, kecakapan dan keaktifan serta pengetahuan yang beraneka ragam sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masa atau lingkungannya. Untuk mendapatkan pengetahuan, kecakapan, keprigelan dan kemampuan tersebut anak perlu mendapatkan pendidikan dari pihak-pihak yang bertanggung jawab atau pendidik. Berbeda dengan anak hewan, begitu ia lahir, induk dapat membiarkan anaknya tumbuh dan berkembang untuk memenuhi tugasnya sebagai hewan dewasa, karena hewan umumnya sudah diberi kelengkapan yang sudah memungkinkan untuk mencapai kedewasaan, yaitu instink yang dimilikinya. Anak adalah makhluk yang masih membawa kemungkinan untuk berkembang, baik jasmani maupun rohani. Ia memiliki jasmani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, kekuatan maupun perimbangan bagian-bagiannya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas tadi, kami dapat menyimpulkan bahwa secara
kodrati anak memerlukan pendidikan atau bimbingan dari orang lain yaitu orang
dewasa, dasar kodrati dapat di mengerti dari kebutuhan dasar yang dimiliki oleh
setiap anak yang hidup di dunia ini. Dalam segi rohaniah anak mempunyai
bakat-bakat yang harus dikembangakan. Ia juga mempunyai kehendak, perasaan dan
pikiran yang belum matang. Dismping itu ia mempunyai berbagai kebutuhan seperti
kebutuhan akan pemeliharaan jasmani; makan, minum, dan pakain; kebutuhan akan
kesempatan berkembang bermain-main, berolah raga dan sebagainya. Selain dari
pada itu anak juga mempunyai kebutuhan rohaniah seperti kebutuhan akan ilmu
pengetahuan duniawi dan keagamaan, kebutuhan akan pengertian nilai-nilai
kemasyarakatan, kesusilaan, kebutuhan akan kasih sayang dan lain-lain.
Pendidikan Islam harus membimbing, menuntun, serta memenuhi kebutuhan – kebutuhan
anak didik dalam berbagai bidang tersebut di atas. Menurut
Al-Ghazali, bahwa anak adalah amanah Allah dan harus dijaga dan dididik untuk
mencapai keutamaan dalam hidup dan mendekatkan diri kepada Allah. Semuanya yang
dilahirkan ke dunia ini, bagaikan sebuah mutiara yang belum diukur dan belum
berbentuk tapi amat bernilai tinggi. Maka kedua orang tuanyalah yang akan
mengukir dan membentuknya menjadi mutiara yang berkualitas tinggi dan disenangi
semua orang. Maka ketergantungan anak kepada pendidiknya termasuk kepada kedua
orang tuanya, tampak sekali. Maka ketergantungan ini hendaknya dikurangi serta
bertahap sampai akil balig.
Seorang manusia untuk
dapat membentuk status manusia yaitu dengan mendapat sebuah pendidikan. Dimana
dalam sebuah pendidikan tersebut didalamnya mengandung beberapa aspek-aspek
kepeningan yang dapat dikemukakan yaitu: 1. Aspek Pedagogis 2. Aspek Sosiologis
dan Kultural 3. Aspek Tauhid.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah
A.R.2002. Aktualisasi Konsep Dasar
Pendidikan Islam Rekontruksi Pemikiran dalam tinjauan Filsafat Pendidikan Islam.
yokyakarta:UII Press.
Karim M.R, dkk,1987. Hakikat Pendidikan Islam sebagai Upaya
Pembebasan Manusia Tantangan Pendidikan islam. Yokyakarta: LPM, UII Press.
Ma’lum Louis, 1986. Al munrid fi al-al laghab wa al a’lam. Beirut:Al
Masyriq.
Munawwir A.W, 1984. Kamus Arab Indonesia. Yokyakarta: PP. Al
Munawwir.
www. Anakciremai.com/2008/06/makalah-agama-islam-tentang-konsep.html
KONSEP
ISLAM TENTANG FITRAH DAN LINGKUNGAN PENDIDIKAN
Diajukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah pengajar Pendidikan Agama Islam yang dibimbing
oleh:
Moh.
Razak. M. Pd. I
Kelompok
2:
Hodari
Aan Nurul
Qamariyah
Vera
Septiani
Moh.
Faishal
Nurul
Farida
Universitas
Islam Madura
Fakultas
Keguruan Ilmu Pendidikan
Prodi
Pendidikan Fisika
[1]Muhammad
Fu’ad abdul Baqi, Al Mu’jam al mufahrus li alfan alquran al karim (Beirut: Dar
Ihya al taurus al arabi, tt), hal.22-533.
2. ahmad Warson Munawir, kamus arab- inonesia
(Yokyakarta: PP al Munawwir, 1984), hal.1142.
3. louis ma’luf, Al Manjid fi al laghab wa al a’lam (Beirut:
dar al masyriq, 1986 ), hal 588
4. M. Rusli karim, “Hakikat pendidikan Islam sebagai
Upaya Pembebasan Manusia”dalam Ahmad Busyairi dan Azharuddin Sahil (ed),
Tantangan Pendidikan Islam (Yokyakarta:LPM. UII.1987), hal.14